Indonesia dan Pencak Silat adalah
dua entitas yang tak bisa dilepaskan. Karena Pencak Silat, juga, adalah unique-entity dari
Indonesia, hasil kebudayaan asli Indonesia. Pencak Silat di Indonesia terdiri
dari berbagai macam jenis dan aliran yang tak terhitung jumlahnya. Pencak Silat
bisa diandaikan sebagai pedang untuk menyerang dan/atau tameng untuk bertahan.
Tetapi di Indonesia Pencak Silat bukan mutlak sebuah alat untuk membela diri,
pencak silat di negara ini adalah seni. maka masyarakat Indonesia lebih sering
dan familiar menyebut pencak silat sebagai seni bela diri. Karena alasan pencak
silat adalah tarian dan hasil dari olah karsa dan rasa manusia Indonesia.
dengan demikian bahwa pencak silat di Indonesia adalah karya seni dan alat bagi
kebugaran tubuh.
NU dengan pencak silat tidak bisa
terlepaskan dan sudah berhubungan cukup lama, sama halnya tidak bisa
terlepaskan antara pencak silat dengan manusia Indonesia. NU yang berkembang
dari ulama tradisional yang memiliki pesantren, dahulu kala saat masa
perjuangan, pesantren tidak bisa dikatakan hanya sebagai lembaga pendidikan
agama Islam tetapi juga sebagai padepokan pencak silat. karena Pesantren sudah
sejak dulu merupakan tempat para muslim Indonesia untuk menimba berbagai ilmu,
baik itu ilmu agama, ilmu pengetahuan umum seperti pertanian, ilmu eksak, seni,
dan tidak ketinggalan pula ilmu kanuragan serta pencak silat. Sejarah tentang
ulama dan pencak silat serta ilmu kanuragan pernah dicatat oleh peneliti dari
belanda Martin Van bruinessen (Van Bruinessen: 2012), bahwa Kitab Kuning,
Pesantren dan Tarekat saling berhubungan.
Kelembagaan Pencak Silat dalam NU
baru terlaksana pada tahun 1989 yang diprakarsai salah satunya oleh Agus Maksum
Jauhari dari Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Setelah melalui berbagai macam
proses dipilih lah nama Pagar Nusa untuk mewadahi seluruh jenis dan aliran
pencak silat yang dimiliki oleh jamaah Nahdlatul Ulama, terutama Pesantren.
Pada tahun tersebut beliau Agus Maksum Jauhari didaulat untuk menjadi ketua
umum Pagar Nusa yang pertama.
Pagar Nusa memayungi berbagai macam
aliran pencak silat tetapi tetap memberikan kebebasan kepada Guru aliran untuk
mempertahankan ciri khasnya masing-masing dengan tetap menjadi satu saudara
dibawah payung Pagar Nusa. Aliran pencak silat yang masuk dalam Pagar Nusa
banyak sekali, seperti aliran Jawa Barat (Cimande, Cikalong atau Cikampek),
silat Betawi, silek Minang, silat Mandar dan masih banyak yang lainnya. Maka
saat ini kita tidak asing bila mendengar berbagai macam nama Pagar Nusa,
seperti Pagar Nusa Gasmi, Pagar Nusa Batara Perkasa, Pagar Nusa Satria Perkasa
Sejati (SAPERTI), Pagar Nusa Nurul Huda Pertahanan Kalimah Syahadat (NH
Perkasa), Pagar Nusa Cimande Kombinasi, Pagar Nusa Sakerah, Pagar Nusa Tegal
Istigfar, Pagar Nusa Bintang Sembilan, Pagar Nusa Sapu Jagad dan masih banyak
lagi.
1. Gus Maksum dan berdirinya GASMI
Sejarah Pagar Nusa tidak bisa
dilepaskan dari peran Gus Maksum dan GASMI (Gerakan Aksi Silat Muslimin
Indonesia) yang secara resmi disahkan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada
tanggal 11 Januari 1966. pembentukan GASMI oleh Gus Maksum merupakan reaksi
atas berkembangnya konflik antara kaum muslim dan golongan komunis, yang
kemudian mendorong beliau untuk melakukan pelatihan-pelatihan pencak silat
kepada santri Lirboyo maupun santri di wilayah Kediri dan sekitarnya. Kegitan
ini dilakukan dengan harapan bisa membekali masyarakat terhadap ancaman teror
PKI yang brutal pada saat itu. Secara tidak langsung GASMI berdiri sebagai
tandingan LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat), sama seperti halnya LESBUMI NU
yang dibentuk oleh Budayawan NU di Jakarta. Gus Maksum menganggap hal tersebut
penting karena LEKRA adalah otak dibalik aksi provokasi, sabotase dan teror,
maka perlu bagi beliau untuk mengajarkan para santri untuk menegakkan amar ma'ruf Nahi Munkar dengan
cara memberikan pelajaran pencak silat.
Bentuk-bentuk perjuangan GASMI pada
periode awal diantaranya adalah dakwah menguasai masjid-masjid dengan pengajian
yang didalamnya diadakan pula latihan pencak silat, mengadakan event "Open
Bar" atau yang saat ini lebih kita kenal dengan "Pencak Dor"
yang diadakan setiap akhirussanah di Pondok Pesantren Lirboyo, maupun
penanganan secara langsung terhadap 'aksi sepihak; yang dilakukan oleh komunis
terhadap masyarakat sipil. Pencak Dor yaitu sebuah panggung terbuka setinggi 2
(dua) meter untuk pertandingan bela diri yang melibatkan berbagai kalangan
untuk bertarung secara 'jantan dan ksatria'. Setelah situasi keamanan kondusif
pada tanggal 14 Januari 1970 GASMI secara resmi didaftarkan pada Ikatan Pencak
Silat Indonesia (IPSI).
Berawal dari kelahiran GASMI, Gus
Maksum kemudian terinspirasi untuk menyatukan berbagai macam alian silat yang
ada di NU secara lebih luas lagi. Gus Maksum memulai dengan merangkul perguruan
silat tradisional lokal eks-Karasidenan Kediri seperti Jiwa Suci milik Pesantren
Al-Ma'ruf Bandar Lor kediri, PORSIGAL (Perguruan Olah Raga Silat Indah Garuda
Loncat) dari Blitar, Asta Dahana, dan beberapa perguruan lokal lainnya.
2. gagasan PAGAR NUSA
pada suatu pertemuan KH. Mustofa
Bisri Rembang menceritakan kepada Prof. DR. KH. Suharbillah Surabaya tentang
surut dan redupnya dunia persilatan di halaman Pesantren, dikarenakan hilangnya
peran Pesantren sebagai padepokan pencak silat. Hal ini disebabkan karena
semakin padatnya jadwal pendidikan Pesantren yang mulai berorientasi pada
penerapan standar pendidikan modern.
Sementara di luar Pesantren aneka
ragam perguruan silat tumbuh semakin menjamur dengan misi pengembangan agama
dan kepercayaan yang dilandasi pencak silat untuk menarik minat. Selain itu
perguruan-perguruan saling merasa terkuat dan pada kemudian hari memunculkan
permusuhan yang jatuh pada bentrokan serta tawuran. Atas keprihatinan tersebut,
KH. Mustofa Bisri kemudian menyarankan KH. Suharbillah untuk menemui Gus Maksum
Jauhari di Lirboyo untuk menanggulangi persolan tersebut.
Kegelisahan serupa
juga dirasakan oleh KH. Syansuri Badawi Tebu Ireng, yaitu dengan banyak tawuran
antar perguruan silat. Akhirnya KH Syansuri pun mengungkapkan kegelisahan ini
kepada Ketua PWNU Jawa Timur, KH Hasyim Latif, untuk menanggulanginya. KH.
Hasyim Latif pun mengutus Sekretaris PWNU Jawa Timur, KH Ghofar Rahman, beserta
KH Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr. KH Suharbillah untuk menemui Gus Maksum
Jauhari di Lirboyo. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk membentuk sebuah
wadah pencak silat yang memayungi seluruh aliran pencak silat dilingkungan
Nahdlatul Ulama. Serta sekaligus mendaulat Gus Maksum sebagai ahlinya untuk
menjadi Ketua Umum ketika wadah tersebut telah resmi terbentuk.
Pada pertemuan
selanjutnya di Pesantren Tebu Ireng pada 12 Muharam 1406 bertepatan tanggal 27
September 1985 digodok konsep wadah pencak silat NU. Dalam pertemuan tersebut
dihadiri beberapa pendekar, diantaranya KH Abdullah Maksum Jauhari Lirboyo, KH
Abdurrahman Usman Jombang, KH Muhajir Kediri, H. Athoillah Surabaya, Drs. Lamro
Azhari Ponorogo, Timbul Jaya Lumajang, KH Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr.
KH Suharbillah dan beberapa pendekar lainnya dari Cirebon dan beberapa daerah
lain. Pada pertemuan lanjutan ini menghasilkan kesepakatan antara lain: Fatwa KH
Syansuri Badawi bahwa "Pencak silat hukumnya boleh dipelajari dengan
syarat bertujuan perjuangan", dibentuknya suatu 'Ikatan Bersama' untuk
mempersatukan berbagai aliran silat dibawah naungan NU.
3. Berdirinya Pagar Nusa
mengacu pada Surat Keputusan Resmi Pembentukan
Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak Silat NU yang disahkan pada 10
Desember 1985 dan berlaku sampai dengan tanggal 15 Januari 986, maka
diadakanlah pertemuan lanjutan di Pesantren Lirboyo Kediri pada tanggal 3 Januari
1986. Pertemuan itu dihadiri oleh Pendekar-pendekar dari Ponorogo, Jombang,
Kediri, Nganjuk, Pasuruan, Lumajang, Cirebon dan Kalimantan. Pertemuan kesekian
kali yang berada Pesantren Lirboyo ini menandai lahirnya Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama
Pagar Nusa. Nama yang
tersebut diciptakan oleh KH Mujib Ridlwan dari Surabaya, Kiai ini adalah putra
pencipta lambang NU KH Ridlwan Abdullah. Pada pertemuan ini disusunlah
kepengurusan awal sebelum adanya kepengurusan Nasional Pagar Nusa yang terdiri
dari Kiai dan Pendekar Jawa Timur.
Ketua Umum : KH Abdullah Maksum Jauhari
Sekretaris : KH
Drs Fuad Anwar
Ketua Harian : KH Drs
Abdurrahman Ustman
Ketua I :
Prof. Dr. KH Suharbillah
Sekretaris I :
Drs.H. Kuncoro
Sekretaris II : Lamro Azhari
4. Kepengurusan Nasional
Untuk Pembentukan Pengurus Pagar Nusa Nasional,
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan surat pengantar kesediaan untuk
menunjuk sebagai pengurus Pagar Nusa. Surat Pengantar tersebut ditanda tangani
Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH Ahmad Siddiq yang menjadi
tanda tangan terakhir beliau.
Pada tahun 1989, Musyawarah
Nasional I terselenggara di Pesantren Zainul Hasan, Genggong Kraksaan, Probolinggo.
MUNAS I Pagar Nusa dihadiri pendekar silat NU seluruh Nusantara. MUNAS I
menetapkan dan mengangkat langsung KH Abdullah Maksum Jauhari sebagi Ketua
Umum, Prof. Dr. KH Suharbillah sebagai Ketua Harian dan H Kuncoro sebagai
Sekretaris Jenderal. (ltnnu.lamsel/2016)
Sumber :
Martin Van
Bruinessen. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Yogyakarta: Jalasutra.
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar